Minggu, 01 Juli 2012

Makalah Kekurangan Vit.A



BAB  I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
KVA merupakan suatu kondisi dimana mulai timbulnya gejala kekurangan konsumsi vitamin A. Defisiensi vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi. KVA dapat pula disebut kekurangan sekunder apabila disebabkan oleh gangguan penyerapan dan penggunaan vitamin A dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, atau karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. KA sekunder dapat terjadi pada penderita KEP, penyakit hati, alfa dan beta lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu.
Seseorang dikatakan defisiensi vitamin A bila mengonsumsi kurang dari anjuran normal. Untuk wanita dewasa normal anjuran konsumsi vitamin A sebanyak 500 RE per hari, sedangkan untuk wanita hamil ditambahkan 200 RE dan wanita menyusui ditambahkan 350 RE. Pada pria dewasa dianjurkan mengonsumsi 500-700 RE per hari.
KVA sering timbul pada balita dan anak-anak. Di Indonesia, kecukupan gizi anak usia hingga tiga tahun seharusnya sebesar 350-400 RE per hari. Namun, dalam beberapa survey dikatakan bahwa 50% anak berusia 1-2 tahun tidak mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang memadai karena faktor kemiskinan dan malnutrisi. Selama krisis ekonomi melanda Indonesia sejak tahun 1997, daya beli masyarakat menurun sehingga terjadi kecenderungan meningkatnya KVA pada ibu hamil dan balita.
·         KVA pada Balita
Vitamin A berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh dan sistem pernapasan. Pada anak yang KVA, pertahanan tubuhnya menjadi rusak. Krisis ekonomi menurunkan daya beli masyarakat sehingga secara tidak langsung menyebabkan krisis kesehatan dan gizi (KVA). Program penanggulangan KVA dengan distribusi kapsul vitamin A secara selektif dan fortifikasi bahan makanan. KVA pada balita sangat tergantung pada ketahanan pangan keluarga, sanitasi lingkungan dan pengasuhan orang tua yang baik.

·         Kekurangan Vitamin A
Vitamin A berfungsi dalam fungsi penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan. Pangan sumber vitamin A yaitu hati, kuning telur, susu, dan buah. Penyebab KVA diantaranya konsumsi vitamin A yang rendah, faktor sosek, pengetahuan ibu, dan faktor infeksi. Program pencegahan KVA dengan menambahkan vitamin A pada bahan makanan dan distribusi kapsul vitamin A secara berkala. Kendala program diantaranya dana, sosialisasi, distribusi suplemen vitamin A, dan kesadaran masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai tugas kelompok pada mata kuliah gizi masyarakat, juga bertujuan untuk mengetahui masalah-maslah gizi yang terjadi di masyarakat, sehingga dalam makalah ini membahas salah satu masalah gizi masyarakat yaitu kekurangan vitamin A (KVA)

C. Rumusan permasalahan
1.    Epdemiologi Kurang Vitamin A (KVA)
2.    Patofisiologi Kurang Vitamin A (KVA)
3.    Diagnosaa Komunitas Kurang Vitamin A (KVA)
4.    Program Intervensi Kurang Vitamin A (KVA)









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar (essensial), berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Depkes RI, 2005).
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak  (Arisman 2002).
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sedang yang dimaksudkan dengan zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal berbagai macam zat gizi yang digolongkan menjadi dua yaitu zat gizi makro (zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, lemak dan protein) serta zat gzizi mikro seperti vitamin dan mineral (Soekirman 2000)
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan masalah gizi yang serius. Bersama dengan Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), KVA merupakan empat masalah gizi utama di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa setengah dari populasi balita di Indonesia beresiko menderita kekurangan vitamin A.
Vitamin A berperan penting dalam penglihatan, pemeliharaan jaringan epitel, serta pertumbuhan dan sistem imun. Oleh karenanya, KVA menjadi permasalah serius, terutama bagi balita dan anak-anak. KVA dapat menyebabkan berbagai dampak seperti kebutaan dan hambatan pertumbuhan, bahkan dapat menyebabkan kematian.
KVA bukan hanya menyebabkan timbulnya gangguan penglihatan, tetapi juga menimbulkan gangguan pertumbuhan karena hambatan pembelahan dan pertumbuhan sel. Tarwotjo (1990) mengungkapkan bahwa KVA taraf ringan (XN dan XIB) tidak menghambat pertumbuhan bobot badan anak usia 0-6 tahun, tapi menghambat pertumbuhan tinggi anak pada usia tersebut. KVA tingkat berat (X2/X3) berasosiasi dengan gangguan pertumbuhan kecebolan dan kekurusan. Menurut Linder (1992) vitamin A berperan dalam diferensiasi sel-sel epitel dan reproduksi. Sedangkan menurut Ismadi (1998) vitamin A berperan untuk sekresi mucus dan mempengaruhi resistensi terhadap infeksi.
Vitamin A berperan penting pada proses penglihatan. Kemampuan mata melihat pada keadaan remang tergantung pada Rhodopsin (penerima langsung energi cahaya selama melihat dalam cahaya redup). Pada retina (Linder 1992) Rhodopsin merupakan senyawa anatara retinol-delhida (vitamin A) dengan protein. Dengan demikian tanpa status vitamin A yang cukup maka suplai vitamin A ke retina kurang memadai sehingga penderita mengalami kesulitan melihat pada cahaya remang-remang, disebut buta senja (Husaini 1982).










BAB III
PEMBAHASAN/DISKUSI
1.  Epidemiologi
Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa vitamin A merupakan zat gizi yang essensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita akibat KVA (Kekurangan Vitamin A) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain yang berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan. Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Ibu nifas yang cukup mendapat vitamin A akan meningkatkan kandungan vitamin A dalam air susu ibu (ASI), sehingga bayi yang disusui lebih kebal terhadap penyakit. Disamping itu kesehatan ibu lebih cepat pulih. Upaya perbaikan status vitamin A harus mulai sedini mungkin pada masa kanak-kanak terutama anak yang menderita KVA (Depkes RI, 2005).
Vitamin A  esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Di seluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak 3 juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30% (Almatsier, 2003).
Penelitian yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kekurangan vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah (www.sinarharapan.com, 2005).
Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NHSS), dan Departemen Kesehatan (2001) menunjukkan sekitar 50% anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengkonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Siti Halati, Manajer Lapangan Operasional HKI, mengatakan angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekvivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.
Departemen Kesehatan sendiri gencar melakukan program penanggulangan kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992 bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. (www.sinarharapan.com, 2005).

2.  Patofisiologi

Beberapa penyakit akibat kekurangan vitamin A :
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia (bahasa latin) berarti “mata kering”, karena terjadi kekeringan pada selaput selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.
v  Penyebab Xerfotalmia
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh:
  1. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-vitamin A untuk jangka waktu yang lama.
  2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
  3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh
  4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain penyakit pancreas, diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
  5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
v  Tanda-tanda dan Gejala Klinis
KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata.
Kelainan kulit umumnya terlihat pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID UNICEF/HKI/IVACG, 1996 sebagai berikut:
  1. Buta Senja (Hemeralopia, nyctalopia) - XN
  2. Xerosis Konjunctiva - XIA
  3. Xerosis Konjunctiva disertai bercak bitot - XIB
  4. Xerosis Kornea – X2
  5. Keratomalasia atau Ulserasi Kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea – X3A
  6. Keratomalasia atau Ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea – X3B
  7. Jaringan Parut Kornea (Sikatriks/scar) - XS
  8. Fundus Xeroftalmia dengan gambaran seperti “cendol” - XF
XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi keratomalasia.
X3A dan X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).
1.  Buta Senja = Rabut Senja = Rabun Ayam = XN
v Tanda-tanda:
a.  Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina
b.  Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
c.   Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
v  Cara mendeteksi buta senja pada anak-anak:
a.    Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/menabrak benda didepannya, karena tidak dapt melihat.
b.    Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan di tempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya

2.  Xerosis Konjungtiva = XIA
v Tanda-tanda:
a.  Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
b.  Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna kecoklatan
http://surabaya-ehealth.org/files/images/xerof3.jpg 






3.  Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot = X1B
v Tanda-tanda:
a.  Tanda-tanda xerosis konjunctiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
b.  Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat
v  Dalam Keadaan Berat:
a.  Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva.
b.  Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
c.   Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik.
4.  Xerosis Kornea = X2
v  Tanda tanda:
a.  Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea
b.  Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar
c.   Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)
http://surabaya-ehealth.org/files/images/xerof2_1.jpg 





5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3A, X3B
v  Tanda-tanda:
a.    Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus
b.    Tahap X3A: bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
c.    Tanap X3B: bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
d.    Keadaan umum penderita sangat buruk
e.    Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)
Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan peforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.








6.  Xeroftalmia Scar (XS)  = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
7.  Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan Ophalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol
v  Pencegahan Xeroftalmia
Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah penyakit infeksi terutama diare dan campak. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum.
Berikut beberapa langkah untuk mencegah Xeroftalmia:
a.  Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini